Senin, 29 November 2010

Menyaksikan Perjalanan Religi "Journey to Mecca" ( tema 9 : Analisis Film )


Selasa, 19 Mei 2009 | 00:35 WIB

KOMPAS/AGUS HERMAWAN / Kompas Images
Oleh Agus Wira Sukarta
Journey in Mecca in the Footsteps of Ibn Battuta mengisahkan tentang perjalanan religi seorang pemuda bernama Ibn Batutta.
Film berdurasi sekitar 45 menit yang diputar di Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu, tidak hanya mengisahkan perjalanan spiritual ibadah haji, tetapi juga sarat nilai edukasi.
Film Journey to Mecca mengisahkan perjalanan religi yang sangat berani dan penuh bahaya yang dilakukan oleh seorang pemuda 21 tahun Ibn Battuta dari Tangier Maroko yang ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Ibn Battuta adalah seorang mahasiswa Ilmu Hukum. Pada suatu malam ia bermimpi melakukan perjalanan panjang untuk melaksanakan ibadah haji.
"Saya bermimpi melakukan perjalanan panjang dengan menggunakan seekor burung untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah," kata Ibn Battuta kepada temannya.
Didorong oleh keinginan yang kuat akhirnya Ibn Battuta  melaksanakan niatnya untuk beribadah haji.
Kedua orang tuanya sempat mengkhawatirkan dan berusaha mencegahnya mengingat usia Ibn Batutta yang masih muda. Namun keinginannya tak bisa dicegah sehingga kedua orang tuanya mengijinkannya.
Bapaknya memberikan seekor kuda dan uang, sedangkan ibunya memberikan pakaian haji, ihram.
Perjalanan ke Makkah ini merupakan awal dari perjalanannya menempuh jarak ribuan mil dimulai dari Tangier, Maroko, Damaskus dan kemudian Madinah hingga ke Makkah.
Medan yang dilalui cukup berbahaya dan rawan gangguan keamanan, seperti melintasi gurun sahara, pegunungan, dan Sungai Nil.
Di tengah-tengah perjalanan di gurun pasir, Ibn Batutta bertemu dengan sekelompok perampok. Ibn Batutta sempat berkelahi dengan kawanan perampok itu.
Pemuda Maroko itu hampir saja dibunuh oleh kawanan perampok itu. Untungnya ia mendapatkan pertolongan dari salah seorang pimpinan perampok tersebut.
Ibn Batutta berhasil mencapai Makkah dalam waktu 18 bulan, beberapa hari sebelum dimulainya ibadah haji.
Penjelajahan dengan melintasi berbagai medan yang penuh resiko dan bahaya membuat namanya diakui dunia.
Atas keberhasilannya melintasi perjalanan panjang melintasi 45 negara dan perjalanannya itu tiga kali lebih jauh dari apa yang telah dilakukan oleh Marcopolo. Nama Ibn Batutta menjadi nama sebuah kawah di gurun.
Teater Imax
Teater Imax Keong Emas TMII adalah Teater Imax pertama yang dibangun atas prakarsa Ibu Tien Suharto. Teater ini dilengkapi  dengan sistem proyektor Imax yang menggunakan teknologi sinematografi modern.
Sistem ini dapat memberikan kualitas gambar dan pengaruh kepada penonton sehingga seolah-olah penonton itu sendiri ada dalam adegan film yang ditonton.
Layar di Teater Imax Keong Emas tercatat dalam "Guinnes Book of Records" sebagai layar terbesar di dunia dalam edisi tahun 1985, 1986, 1987, 1988, 1989, 1990 dan 1991. Sementara untuk arsitektur gedung dikerjakan oleh tenaga dari dalam negeri.
Ant
Sumber :
Dibaca : 2703

Pembangunan Manusia Perdesaan Mengatasi Kemiskinan ( tema 8 : Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan )


Dari buku Human Development Report, terbitan tahun 1990, dijelaskan bahwa sejatinya ada tiga buah komponen utama untuk mengukur tingkat pembangunan manusia. Pertama, harapan hidup saat kelahiran. komponen ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kesehatan dan konsumsi nutrisi. Kedua, adalah tingkat 'melek' huruf, ini adalah refleksi dari akses mendapatkan pendidikan dasar.

Sedangkan komponen ketiga adalah pendapatan yang diperlukan untuk membangun kehidupan yang layak, dapat diwakili oleh produk domestik bruto (PDB) per kapita, atau GDP per kapita. Membandingkan tiga komponen ini, di tahun 1990 dan 2007, ternyata untuk Indonesia semuanya meningkat.

Tingkat harapan hidup saat kelahiran dari 62 tahun menjadi 70,5 tahun. Tingkat melek huruf dari 72,5% menjadi 92%, sedangkan PDB per kapita dari US$645 naik menjadi US$3.975. Apakah peningkatan ini sudah cukup cepat? Membandingkannya dengan beberapa negara tetangga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan ini, juga untuk mengetahui perbandingan regional.

Data untuk perbandingan didapatkan dari laporan tahunan beberapa badan internasional seperti Bank Dunia, Unescap dan UNDP. Tingkat harapan hidup saat kelahiran, capaian Malaysia pada 1990 adalah 73,5 tahun, kemudian meningkat menjadi 74,1 pada 2007. Demikian pula Singapura pada tahun-tahun yang sama, awalnya hanya 74,7 tahun, naik menjadi 80,2 tahun. Adapun Thailand awalnya hanya 68 tahun, meningkat menjadi 68,7 tahun. Filipina yang awalnya hanya 63,4 tahun meningkat menjadi 71,6 tahun. Rata-rata harapan hidup dari negara-negara tetangga ini sudah di atas 71 tahun, sedangkan Indonesia hanya 70,5 tahun.

Tingkat melek huruf dalam satuan %, tahun 1990 Malaysia mencapai 74,4, naik menjadi 91,9 di tahun 2007, Singapura untuk tahun-tahun yang sama, dari 83,2 naik menjadi 94,4. Sedangkan Thailand dari 89,4, naik menjadi 94,1. Filipina dari 91,2 naik menjadi 93,4. Tingkat melek huruf dari negara-negara tetangga, menunjukkan peningkatan, tertinggi 17,5 yang dicapai Malaysia, tetapi Indonesia lebih tinggi peningkatannya yaitu 19,5.

Untuk PDB per kapita dalam satuan US$, Malaysia di tahun 1990 mencapai 2.432, naik menjadi 7.031 di tahun 2007, Singapura untuk tahun yang sama, dari 12.091 naik menjadi 36.384, sedangkan Thailand dari 1.908 naik menjadi 3.689, dan Filipina dari 710 naik menjadi 1.624, beberapa negara naik 3 kali lipat, Indonesia meningkat 6 kali lipat lebih.

Indonesia berhasil meningkatkan PDB per kapita, tingkat melek huruf dan tingkat harapan hidup saat kelahiran, dengan kecepatan yang melebihi negara-negara tetangga. Apakah peningkatan pembangunan manusia ini telah menyejahterakan rakyat?

Penduduk miskin dan pertumbuhan ekonomi

Data tentang kemiskinan dari Human Development Report tahun 2009 menyebutkan jumlah penduduk miskin di Malaysia ada 3,9% dari populasi, Singapura 3,8%, Thailand 8,5%, Filipina 12,4%, sedangkan di Indonesia 17%. Data ini menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia jauh lebih besar daripada negara-negara tetangga, karena persentasenya besar dan Indonesia memiliki populasi yang terbesar. PDB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Filipina, tetapi jumlah penduduk miskin cukup banyak. Ini adalah indikasi adanya sekelompok kecil penduduk yang penghasilannya sangat besar bila dibandingkan dengan kebanyakan penduduk.

Salah satu indikasi meningkatnya kesejahteraan rakyat adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pengurangan ini sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi negara dan pemerataan penghasilan.

Dalam sebuah keluarga, utamanya pendapatan dibelanjakan kebutuhan pokok seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan. Untuk penduduk miskin, hampir seluruh penghasilan dibelanjakan kebutuhan pokok, sehingga tidak tersisa untuk hal lain. Semakin besar persentase belanja kebutuhan pokok, semakin miskin keluarga tersebut.

Pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi perdesaan

Bulan Juli 2010, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di perdesaan lebih banyak daripada di perkotaan. Ini berarti upaya untuk mengurangi penduduk miskin di perdesaan harus lebih besar jika dibandingkan dengan di perkotaan. Upaya tersebut antara lain dengan memberikan pendidikan formal untuk anak usia sekolah, agar penghasilan meningkat, orang dewasa diberi pelatihan keterampilan untuk menghasilkan barang ekonomi serta pemasarannya. Setelah penghasilan meningkat, gizi dan nutrisi untuk keluarga tidak lagi menjadi impian.

Ketersediaan pendidikan gratis untuk anak usia sekolah di seluruh desa adalah hal utama agar ekonomi perdesaan tumbuh dan kecepatannya pun akan terus bertambah. Tetapi, bila banyak orang muda yang potensial yang pindah ke kota besar, pertumbuhan ekonomi akan berkurang, karena desa akan kehilangan 'penggerak' ekonomi. Penyebab perpindahan adalah mencari pekerjaan atau melanjutkan pendidikan. Karena itu, setelah pendidikan tersedia, industri kecil perdesaan yang dimotori perusahaan daerah harus segera tersedia untuk menyerap tenaga kerja lulusan sekolah menengah lokal dan menarik lulusan perguruan tinggi di kota, juga untuk menyerap hasil kerja masyarakat desa.

Pelaksanaan pendidikan formal dan pelatihan keterampilan di seluruh desa akan memerlukan banyak guru yang berdedikasi tinggi, karena jumlah desa di Indonesia sangat banyak. Karena itu, imbalan yang memadai dan kepastian karier perlu disediakan. Ini adalah salah satu daya tarik untuk menjadi guru di desa.

Kesehatan rakyat juga diperlukan. Karena itu, sarana berobat gratis untuk bayi hingga orang tua sebaiknya ada di setiap desa, setidaknya desa terpencil lebih sering didatangi puskesmas keliling atau dikunjungi dokter. Pencegahan agar tidak sakit juga harus dilakukan, hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pengadaan sarana layanan umum. Nutrisi dan makanan tambahan yang bergizi untuk anak-anak balita sebaiknya sering diberikan secara cuma-cuma, demikian pula imunisasi, kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui pos pelayanan umum.

Perbedaan antara kota dan desa adalah keadaan alam yang masih asri, kepadatan penduduk masih rendah, demikian pula infrastruktur yang sederhana, tetapi kekerabatan masih sangat kuat. Karena itu, pelatihan keterampilan dan kegiatan produksi akan lebih baik berbasis pada keunggulan alam dan kekerabatan, seperti pertanian-peternakan dan pengolahannya serta kerajinan. Pemasarannya akan lebih berkembang bila dipadukan dengan budaya yang dikemas dalam kegiatan pariwisata.

Beberapa hal dari uraian di atas telah ada dan dilaksanakan, tetapi masih banyak desa yang belum melakukannya, sehingga diperlukan keinginan yang kuat dari tiap-tiap pemerintah daerah (pemda) untuk melaksanakannya. Karena, lebih mengetahui karakteristik dari tiap desa. Maka sebagai ujung tombak pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi adalah pemda, demikian pula biaya yang diperlukan, sebaiknya ditanggung dari APBD dan APBN.

Semoga di masa mendatang, desa menjadi sentra pertumbuhan ekonomi dan budaya, sehingga tidak terjadi lagi eksodus kaum muda dari desa ke kota. (Media Indonesia, 18 November 2010/ humasristek)


Kamis 18 November 2010
Pembangunan Manusia Perdesaan Mengatasi KemiskinanHarry Jusron, 
Kepala Bidang Evaluasi Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat, Kementerian Riset dan Teknologi

SKB Terbit, Ahmadiyah Harus Hentikan Kegiatan ( tema 7 : Agama dan Masyarakat )

Senin, 9 Juni 2008 | 17:09 WIB
JAKARTA, SENIN - Setelah menjadi polemik sekian lama, pemerintah akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). SKB tersebut dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. 
Isinya bukan membubarkan, melainkan memberikan peringatan dan perintah kepada Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya. Baik dalam bentuk menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum dan melakukan penafsiran tentang suatu agama.
SKB tersebut berisi 6 butir keputusan. Butir-butir SKB tersebut dibacakan Menteri Agama Maftuh Basyuni, didampingi Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Mendagri Mardiyanto di Kantor Departemen Agama, Jakarta, Senin (9/6) sore.
"Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia, atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agam itu, yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu," demikian Maftuh Basyuni membacakan butir pertama SKB tersebut.
Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI juga diingatkan, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam. Penyimpangan tersebut berupa penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Bagi penganut Ahmadiyah yang tidak mengindahkan dua butir peringatan di atas, dikatakan Maftuh, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"SKB ini juga memberikan peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI," kata Maftuh lagi.
Butir terakhir SKB tersebut juga memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan SKB ini.
Berikut isi SKB tersebut:
Keputusan Bersama Menteri Agama No 3 tahun 2008, Jaksa Agung Nomor Kep- 033/A/JA/6/2006, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.
Kesatu: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Kedua: Memberi peringatan dan memerintahkan penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
Ketiga: Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana
dimaksud pada Diktum Kesatu dan Diktum Kedua dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Keempat: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan masyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Kelima: Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan atau perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu dan Diktum Keempat dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keenam: Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksaksanaan Keputusan Bersama ini.
Ketujuh: Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008
Menteri Agama Muhammad M Baysuni
Jaksa Agung Hendarman Supandji
Menteri Dalam Negeri H Mardiyanto
sumber : 

Minggu, 28 November 2010

Modernisasi, Industrialisasi, & Urbanisasi ( tema ke 5 Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat

Pengertian Modernisasi

Modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari corak kehidupan masyarakat yang “tradisional” menjadi “modern”, terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Teori modernisasi dibangun di atas asumsi dan konsep-konsep evolusi bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah (linier), progresif dan berlangsung perlahan-lahan, yang membawa masyarakat dari tahapan yang primitif kepada keadaan yang lebih maju.
Tradisionalitas
Istilah tradisional berasal dari kata Latin “traditum” yang artinya sesuatu yang diteruskan atau diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Sesuatu yang diwariskan dapat berupa:
  1. Sistem nilai, dapat berupa kepercayaan, keyakinan, agama, idea atau gagasan
  2. Cara hidup (oleh Emmile Durkheim disebut sebagai fakta sosial, yakni cara berfikir, berperasaan dan bertindak para warga masyarakat yang mengikat).
  3. Teknologi
  4. Lembaga atau pranata sosial
Suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat tradisional apabila hidup dengan sistem nilai, cara berfikir, berperasaan dan bertindak, teknologi dan lembaga atau pranata sosial yang diwariskan dan secara turun temurun dipelihara.
Contoh masyarakat tradisional: masyarakat atau komunitas desa.
Ciri-ciri tradisional masyarakat perdesaan:
Masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah dengan batas-batas tertentu dan di antara para warganya mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam daripada hubungannya dengan orang-orang yang berada di luar batas wilayahnya.
William F. Oughburn dan Nimkoff Meyer memberikan definisi bahwa desa adalah sebuah organisasi kehidupan sosial yang menyeluruh di dalam suatu wilayah dengan batas-batas tertentu (a total organization of social life within a limited area).
Terdapat banyak macam desa, tetapi berikut ini dikemukakan tiga macam desa menurut perkembangannya:
  1. Desa swadaya, yaitu desa yang masih bersifat tradisional. Adat istiadat mengikat kuat. Mata pencaharian penduduknya semacam dan diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Tingkat produktivitasnya rendah dan sarana kehidupannya kurang.
  2. Desa swakarya, yaitu desa yang adat istiadatnya sudah mulai mengalami perubahan karena pengaruh kebudayan dari luar desa yang telah mulai masuk. Lapangan pekerjaan dan mata pencaharian mulai terdiferensiasi dan  berkembang dari sektor primer ke sekunder. Produktivitas desa mulai meningkat seiring dengan mulai bertambahnya sarana dan prasarana desa.
  3. Desa swasembada, yaitu desa yang telah mengalami kemajuan, ikatan adat istiadat tidak kuat lagi, teknologi telah digunakan dalam proses produksi barang dan jasa, mata pencaharian masyarakatnya beraneka ragam. Sarana dan prasarana desa sudah memadai, bahkan di beberapa desa tidak dapat lagi dibedakan dari sarana dan prasarana kota, seperti: jaringan listrik dan telepon, air minum, jalan beraspal, angkutan umum, dan sebagainya.
Meskipun demikian ada beberapa ciri umum masyarakat desa, yaitu:
  1. Isolasi, yakni hubungan yang terbatas dengan orang-orang di luar desa, sebuah komunitas desa bisa jadi terpisah hubungannya dengan komunitas desa lain. Karena keterbatasan ini menjadikan seorang warga desa sangat mengenal warga desa yang lainnya seluruh aspek kepribadiannya, bukan hanya peran dan fungsinya dalam masyarakat.
  2. Homogenitas, yakni keseragaman yang relatif mengenai latar belakang etnik, keluarga maupun cara hidup di antara para warga desa
  3. Pertanian. Kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat desa identik dengan masyarakat pertanian. Tentunya pertanian dalam arti luas, yang menyangkut aktivitas bercocok tanam, beternak, memelihara ikan maupun berkebun. Kalaupun ada warga desa yang berstatus sebagai pegawai negara, guru, dokter, petugas keamanan, macam-macam tukang, dan sebagainya, tetapi mereka tetap terlibat baik langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas pertanian.
  4. Ekonomi subsisten, artinya aktivitas ekonomi masyarakat desa dioerientasikan kepada menghasilkan barang-barang dan jasa untuk mencukupi keperluan sendiri, tidak diorientasikan kepada ekonomi pasar.
Sebagai pembanding mengenai ciri-ciri masyarakat desa, berikut ini dikemukakan rincian yang dikemukakan oleh Roucek dan Warren:
  1. Masyarakat desa memiliki sifat yang homogen dalam hal mata pencaharian, kebudayaan dan tingkah laku
  2. Kehidupan masyarakat desa menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi dan berperan dalam pengambilan keputusan
  3. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada, misalnya keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya
  4. Hubungan sesama warga desa lebih intim dan awet dari pada kota
Sedangkan Rogers mengemukakan ciri masyarakat desa, sebagai berikut:
  1. Mutual distrust interpersonal relations (rasa ketidakpercayaan timbal balik di antara warga desa berkaitan dengan sumber-sumber ekonomi desa seperti tanah)
  2. Perceived limited group (pandangan untuk maju yang sempit dan terbatas)
  3. Dependence on hostility towards government authority (ketergantungan dan sekaligus curiga terhadap pemerintah atau kepada unsur-unsur pemerintah)
  4. Familiesm (adanya keakraban dan keintiman hubungan sosial di antara orang-orang yang memiliki hubungan darah)
  5. Lack of innovationess (rasa enggan untuk menciptakan atau menerima ide baru)
  6. Fatalism (pandangan bahwa kegagalan atau keberhasilan lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari pada faktor internal dalam diri warga masyarakat. Dalam hal ini Dr. Nasikun mengemukakan tiga macam bentuk fatalisme masyarakat perdesaan: (1) supernaturalism, (keberhasilan atau kegagalan ditentukan oleh sesuatu yang bersifat supernatural/ghaib), (2) situational fatalism (sikap apatis dan pasif terhadap kemungkinan perbaikan kehidupan karena kondisi atau situasi kehidupan tertentu, karena orang kecil, karena tanah pertaniannya sempit, dan sebagainya), (3)project negativism (sikap apatis dan pasif terhadap inovasi atau pembaruan yang disebabkan oleh kegagalan-kegagalan yang telah dialami dan dihayati di masa silamLimited aspiration (adanya keterbatasan dan ketidakmampuan menyatakan dan menyalurkan keinginan-keinginan)
  7. Lack of deferred gratification (ketidakmampuan menunda kesenangan dan kenikmatan hidup sekarang, misalnya hasrat menabung atau berinvestasi)
  8. Limited view of this world (pandangan yang terbatas terhadap dunia luar)Low emphatic (yakni rendahnya ketrampilan “menangkap” peranan orang lain, misalnya ketidakmampuan memahami keadaan orang lain).
Modernitas
Istilah modern berasal dari kata “modo” yang artinya “yang kini” (just now). Dengan demikian masyarakat dinyatakan modern apabila para warganya hidup dengan sistem nilai, cara berfikir, berperasaan dan bertindak, teknologi serta organisasi sosial yang baru, yang sesuai dengan konstelasi zaman sekarang. Contoh masyarakat modern adalah masyarakat kota.
Ciri-ciri modern masyarakat perkotaan
Memberikan definisi atau batasan tentang kota tidaklah mudah. Banyak aspek yang harus menjadi perhatian dan dapat menjadi dasar penyusunan batasan. Suatu masyarakat dinyatakan sebagai kota dapat karena kehidupan sosialnya, dapat karena keadaan budayanya, dapat karena kehidupan ekonominya, pemerintahannya, ataupun jumlah dan kepadatan penduduknya.
Prof. Bintarto memberikan batasan bahwa kota merupakan suatu jaringan kehidupan sosial dan ekonomi yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai oleh strata sosial dan ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistik.
Kota merupakan fenomena yang unik dan kontradiktif. Di satu sisi kota merupakan identifikasi kemajuan, kegembiraan dan daya tarik: sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan hiburan, kesehatan dan pengobatan, dan sebagainya.  Di sisi yang lain, kota ternyata identik pula dengan perilaku buruk, immoralitas dan bahkan kejahatan: hedonisme atau kemewahan hidup, pemuasan diri tanpa batas, kepura-puraan dan ketidakjujuran,
Beberapa ciri umum masyarakat kota dikemukakan sebagai berikut:
Anonimitas
Kebanyakan warga kota hidup dengan menghabiskan waktunya di tengah kumpulan manusia yang anonim. David Riesman menyebutnya sebagai “the lonely crowd”.  Heterogenitas kehidupan kota dengan keanekaragaman manusianya dari segi ras, etnisitas, kepercayaan, pekerjaan maupun kelas sosial mempertajam anonimitas. Perbedaan kepentingan membuat orang-orang kota lebih banyak berhubungan, berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama saja dengan membentuk special interested group (kelompok kepentingan khusus) dan tidak berkesempatan membentuk hubungan sosial yang bersifat akrab dan personal.
Jarak sosial yang jauh
Secara fisik orang-orang kota berada dalam jarak yang dekat dan keramaian, tetapi secara sosial, atau juga psikologikal, mereka saling berjauhan, sebagai akibat anonimitas, impersonalitas dan heterogenitas.
Regimentation (keteraturan hidup) kota
Irama dan keteraturan kehidupan kota berbeda dengan irama dan keteraturan hidup di perdesaan yang diwarnai oleh katidakformalan dan kesantaian, bersifat mekanik alamiah, sangat dipengarahui oleh keadaan alam dan cuaca serta jam biologis binatang atau ternak. Keteraturan hidup di perkotaan lebih bersifat organik, diatur oleh aturan-aturan legal rasional, seperti jam kerja, rambu-rambu dan lampu pengatur lalu-lintas, jadwal kereta api, jadwal penerbangan, dan sebagainya.
Keramaian (crowding)
Keramaian hidup di kota disebabkan oleh kepadatan, kecepatan dan tingginya aktivitas  kehidupan masyarakat kota.
Kepribadian kota
Sorokin, Zimmerman dan Louis Wirth dalam esainya “Urbanism as a Way of Life”  membuat kesimpulan bahwa kehidupan kota menciptakan kepribadian kota, yakni: anomies, materialistis, berorientasi kepentingan, berdikari (self sufficiency), impersonal, tergesa-gesa, interaksi sosial tingkat dangkal, manipulatif, rakayasa, insekuritas dan disorganisasi pribadi.
Proses modernisasi
Menurut Samuel Huntington proses modernisasi mengandung beberapa ciri pokok sebagai berikut:
  1. Merupakan proses bertahap, dari tatanan hidup yang primitif-sederhana menuju kepada tatanan yang lebih maju dan kompleks
  2. Merupakan proses homogenisasi. Modernisasi membentuk struktur dan kecenderungan yang serupa pada banyak masyarakat. Penyebab utama proses homogenisasi ini adalah perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Contoh: fenomena coca colonization, Mc world serta californiazation.
  3. Terwujud dalam bentuk lahirnya sebagai: Amerikanisasi dan Eropanisasi
  4. Merupakan proses yang tidak bergerak mundur, tidak dapat dihindrkan dan tidak dapat dihentikan
  5. Merupakan proses progresif (ke arah kemajuan), meskipun tidak dapat dihindari adanya dampak (samping).
  6. Merupakan proses evolusioner, bukan revolusioner dan radikal; hanya waktu dan sejarah yang dapat mencatat seluruh proses, hasil maupun akibat-akibat serta dampaknya
Alex Inkeles dan David Smith mengemukakan ciri-ciri individu modern, sebagai berikut:
  1. Memiliki alam pikiran (state of mind) yang terbuka terhadap pengalaman baru
  2. Memiliki kesanggupan membentuk dan menghargai opini
  3. Berorientasi ke depan
  4. Melakukan perencanaan
  5. Percaya terhadap ilmu pengetahuan
  6. Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu dapat diperhitungkan
  7. Menghargai orang lain karena prestasinya
  8. Memiliki perhatian terhadap persoalan politik masyarakat
  9. Mengejar fakta dan informasi
Modernisasi bukan westernisasi
Bahwa modernisasi itu identik dengan westernisasi memang pandangan yang tidak mudah dihindarkan. Hal ini karena sejarah modernisasi memang sejarah masyarakat Barat, dalam hal ini Eropa Barat dan Amerika Utara. Tema-tema yang menunjukkan ciri-ciri orang modern seperti yang diungkapkan oleh Inkeles dan Smith memang lebih banyak dimiliki oleh orang Barat, sehingga menjadi modern memang identik dengan menjadi seperti orang Barat. Namun demikian modernisasi dan westernisasi tetap dapat dibedakan karena memang berbeda. Seperti tersebut di depan bahwa tekanan proses modernisasi adalah pada teknologi dan organisasi sosial atau tata kerja. Dr. Nurcholish Madjid menyebutnya sebagai semacam proses rasionalisasi, yakni perubahan tata kerja lama yang tidak rasional diganti dengan tata kerja baru yang rasional. Sedangkan westernisasi adalah menjadi seperti orang Barat secara total, tanpa reserve, mulai dari pandangan hidup (ateisme, sekularisme, feminisme, humanisme, dan sebagainya) sampai dengan gaya hidupnya (seks bebas dan hidup bersama tanpa menikah (cohabitation), model pakaian yang tidak menutup atau bahkan menonjolkan aurat, NAPZA, gang, dan sebagainya).
Syarat berlangsungnya modernisasi
Modernisasi dalam masyarakat dapat berlangsung apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
  1. Terlembagakannya cara berfikir ilmiah di kalangan masyarakat, terutama di kalangan the rulling class
  2. Birokrasi pemerintahan yang rasional, efektif dan efiesien, bukan birokratisme
  3. Tersedianya sistem informasi yang baik: cepat dan akurat
  4. Iklim yang favorable terhadap modernisasi, hal ini terutama dengan hal-hal yang menyangkut  nilai atau sistem keyakinan
  5. Tingkat organisasi sosial yang tinggi
  6. Pelaksanaan social planning yang terbebas dari pengaruh atau kepentingan (vested interested) suatu golongan. Untuk hal ini diperlukan sentralisasi wewenang berkaitan dengan social planning.
Gejala Modernisasi Masyarakat Indonesia dalam Berbagai Bidang
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Modernisasi di bidang kehidupan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama menyangkut dua hal, yakni penemuan baru dan pembaruan.  Oleh karena itu, modernisasi di bidang IPTEK tidak dapat lepas dari perhatian yang besar terhadap dunia pendidikan, penelitian dan pengembangan. Kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan akan mendorong ditemukannya ide-ide dan alat-alat baru yang dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat untuk melengkapi atau mengganti yang lama.
Bidang Kehidupan politik dan ideologi
Tema modernisasi di bidang politik dan ideologi adalah demokratisasi dan ideologi terbuka. Demokratisasi merupakan proses ke arah terbukanya kesempatan bagi seluruh warga masyarakat dari segala lapisan dan golongan untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Sedangkan ideologi terbuka merujuk kepada pandangan hidup yang tidak terbatasi atau terkotak-kotak oleh sektarianisme, primordialisme, aliran, ras, etnisitas atau kesukubangsaan, kedaerahan, agama ataupun aliran.
Menurut Huntington, proses demokratisasi dan keterbukaan memerlukan beberapa prakondisi, yaitu:
  1. kemakmuran ekonomi dan pemerataan kekayaan; ada hubungan yang positif antara pembangunan dan pemerataan ekonomi dengan demokratisasi, artinya semakin maju tingkat ekonomi suatu masyarakat semakin besar peluangnya untuk menumbuhkan dan menegakkan tatanan kehidupan politik yang demokratis dan terbuka. Kemakmuran ekonomi akan memungkinkan tumbuhnya tingkat melek-huruf, pendidikan dan media massa yang sangat mendorong tumbuhnya demokrasi.
  2. Terdapatnya kelas menengah yang otonom dalam struktur sosial masyarakat. Mereka terdiri atas para kaum intelektual, pengusaha, profesional, tokoh agama atau etnis) yang berfungsi dalam pengendalian (kontrol) terhadap kekuasaan dan membangun prasarana dasar untuk tumbuhnya pranata politik yang demokratik. Apabila tidak terdapat kelas menengah tang otonomi masyarakat cenderung didominasi oleh suatu model kekuasaan yang sentralistik, seperti monarkhi, absolutisme, korporatik ataupun birokratik otoritarian.
  3. Lingkungan internasional; secara ringkas Huntington menyatakan bahwa demokrasi lebih merupakan hasil dari difusi dari pada sebagai akibat pembangunan, sehingga suatu masyarakat menjadi lebih demokratis ketika memiliki lingkungan pergaulan internasional yang luas
  4. Konteks budaya masyarakat yang bersifat egaliter. Konteks budaya feodal dan patrimonial ternyata menghambat demokratisasi.
Bidang Kehidupan Ekonomi
Tema modernisasi di bidang kehidupan ekonomi adalah efisiensi dan produktivitas.
Masalah yang banyak melanda di berbagai masyarakat berkembang adalah inefisiensi dan rendahnya produktivitas. Inefisiensi disebabkan oleh  ekonomi biaya tinggi (high-cost economy) di hampir semua bidang kehidupan. Sumber-sumber ekonomi biaya tinggi itu antara lain:
  1. birokratisme pemerintah
  2. pungutan-pungutan yang tidak berhubungan dengan produktivitas
  3. proteksi dan subsidi
  4. berbagai praktek bussiness atau economic criminality (white collar crime), seperti: nepotisme, kolusi dan korupsi (NKK).
Sedangkan produktivitas yang rendah disebabkan oleh teknik dan organisasi produksi yang usang.  Oleh karenanya peningkatan produktivitas dilakukan dengan memperbarui teknologi, baik teknologi mekanik (mesin-mesin produksi), teknologi kimia (penggunaan obat-obatan dan zat kimia) dan teknologi sosial (tata kerja yang lebih teratur dan organik).
Bidang kehidupan agama dan kepercayaan
Suatu proses yang tidak terhindarkan dan meresahkan para tokoh dan kalangan agamawan dalam proses modernisasi di bidang kehidupan beragama dan kepercayaan adalah sekularisasi.
Kata sekularisasi berasal dari kata “saeculum” yang artinya “dunia dalam konteks waktu”, yaitu “sekarang”.  (Dunia dalam konteks ruang dalam kata Latin adalah  “mundus”). Lawannya “saeculum” adalah “eternum” yang artinya “keabadian”. Dari kata “saeculum” tersebut terbentuklah istilah “sekularisasi” dan “sekularisme”.
Di Indonesia idea tentang “sekularisasi” diperkenalkan oleh seorang tokoh pembaruan pemikirian Islam, yakni Nurcholish Madjid pada tahuan 1970-an. Bagi Nurcholish Madjid, sekularisasi tidak sama dengan sekularisme.Sekularisasi adalah proses dan sekularisme adalah faham. Sekularisasi merupakan proses menuju kepada kehidupan beragama yang rasional, yakni proses pembebasan diri dari belenggu takhayul (superstition) atau memberikan wewenang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi dalam membina dan menyelesaikan urusan-urusan duniawi.  Di dalamnya tercakup sikap objektif dalam menelaah hukum-hukum yang menguasai dunia dan alam pada umumnya. Sedangkan sekularisme merupakan faham keduniawian, yakni suatu faham yang mengesampingkan agama.  Ada dua macam sekularisme, yakni: (1) sekularisme moderat dan (2) sekularismemutlak. Sekularisme moderat merupakan pandangan yang mengakui keberadaan Tuhan untuk urusan-urusan yang berhubungan dengan kehidupan abadi (eternum) saja, sedangkan untuk urusan dunia adalah mutlak urusan manusia. Sedangkan sekularisme mutlak merupakan faham yang tidak mengakui adanya Tuhan, puncaknya adalah atheisme.
Namun demikian kenyataannya tidak dapat dihindarkan pengertian sekularisasi sebagai proses menuju atau penerapan faham sekularisme dalam kehidupan masyarakat. Di sinilah timbulnya perbedaan pendapat dan kontroversi tentang sekularisasi. Untuk menghindari kontrovesi demikian ini, Dr. Kuntowijoyo menggunakan istilahobjektivikasi untuk fenomena kehidupan beragama yang lebih rasional.
Modernisasi Masyarakat sebagai Proses Industrialisasi dan Urbanisasi
Modernisasi sebagai proses industrialisasi
Apabila melihat sejarah Eropa, maka modernisasi tidak lepas dari proses industrialisasi. Kesejahteraan ekonomi dan kestabilan politik di Eropa tercapai setelah terjadinya revolusi industri yang diawali oleh masa pencerahan (renaisance) dan penemuan-penemuan baru. Berdasarkan ini dapat dinyatakan bahwa awal modernisasi adalah industrialisasi, yakni berubahnya kehidupan dari “agraris-tradisional” menjadi “industri-modern”.
Talcott Parson menjelaskan proses perubahan  itu dalam teori  variabel pola (pattern variables) sebagai berikut:
  1. Perubahan dari affectivity kepada affective neutrality
  2. Perubahan dari particulatism ke universalism
  3. Perubahan dari collective orientation kepada self-orientation
  4. Perubahan dari ascription kepada  achievement
  5. Perubahan dari functionally difussed kepada functionaly specivied
Modernisasi sebagai proses urbanisasi
Masyarakat modern juga identik dengan masyarakat kota, maka modernisasi identik dengan urbanisasi.
Dalam proses urbanisasi dikenal adanya tiga macam proses, yakni:
  1. Centripetal process; the flow of people from country sides to the urban area accompanied with the change in behavior. Dalam proses ini terjadi aliran penduduk dari wilayah desa atau kota satelit menuju ke wilayah pusat kota yang diikuti oleh perubahan pola perilaku desa-tradisional dengan perilaku kota-modern. Sebab-sebab aliran penduduk dari desa ke kota ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yakni: (1) push factors (faktor pendorong), dan (2) pull factors (faktor penarik). Faktor-faktor pendorong meliputi kondisi desa yang menjadikan orang tidak mau lagi tinggal di desa, seperti: minimnya lapangan kerja, kekakangan adat, kurangnya variasi hidup, sempitnya kesempatan menambah pengetahuan, kurangnya sarana rekreasi ataupun sempitnya kesempatan mengembangkan keahlian dan ketrampilan. Sedangkan faktor penarik meliputi kondisi kota yang menjadikan orang-orang tertarik untuk tinggal menetap di kota, seperti: kesempatan kerja yang lebih luas, luasnya kesempatan mengembangkan ketrampilan dan keahlian, kesempatan dan fasilitas pendidikan yang lebih memadai, kelebihan modal, variasi hidup, banyaknya tempat hiburan, kebebasan hidup di kota dan anggapan bahwa kota memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi daripada desa.
  2. Centrifugal process; urban extention in terms of physical, economic, technology and culture. Dalam proses ini yang terjadi adalah meluasnya pengaruh kehidupan kota ke wilayah-wilayah pinggiran kota, dapat berupa perluasan fisik kota yang diikuti oleh perubahan kehidupan ekonomi, penggunaan teknologi maupun perubahan kebudayaan.
  3. Vertical process: social, economic, culture, and behavior.  Dalam proses ini yang terjadi adalah perubahan situasi atau iklim desa (rural sphere) menjadi kota (urban sphere), baik secara sosial, ekonomi, kebudayaan dan perilaku. Keadaan ini dapat terjadi antara lain oleh sebab-sebab: (1) daerah itu menjadi pusat pemerintahan, (2)letaknya strategis untuk perdagangan,  atau (3) tumbuhnya industri.

Masalah-masalah yang timbul akibat urbanisasi

Bertambahnya tingkat persaingan hidup di kota akibat urbanisasi, misalnya untuk  memperoleh sumber-sumber ekonomi dapat menimbulkan persoalan yang pelik, seperti berbagai macam konflik, tuna karya, kejahatan yang terorganisir (organized crime) maupun yang tidak terorganisir, perkampungan kumuh (slums), gelandangan, tuna susila, maupun rendahnya tingkat kesehatan, dan sebagainya.
Sedangkan bagi desa, urbanisasi menyebabkan terbatasnya jumlah penduduk usia produktif yang berakibat terhambatnya perkembangan desa. Di samping itu para urbanit yang pulang ke desa sering membawa pengaruh kehidupan kota (urbanisme) yang tidak selalu sesuai dengan kebudayaan orang desa.